KPU: Calon Perseorangan Sudah Boleh Kumpulkan KTP 

Politik | Kamis, 22 Agustus 2019 - 10:20 WIB

KPU: Calon Perseorangan Sudah Boleh Kumpulkan KTP 
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO)– Gong pilkada serentak pada 2020 ditabuh akhir September nanti. Kemarin (21/8) KPU mengumumkan Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada Serentak 2020. 

Para calon peserta pilkada bisa mulai bersiap-siap untuk menyusun strategi politik di daerah masing-masing. Tidak kurang dari 270 daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, akan menyelenggarakan pilkada.


Calon perseorangan mendapat waktu yang tergolong longgar untuk mengumpulkan dukungan. Mereka bisa mengumpulkan bukti dukungan berupa KTP mulai sekarang. Meskipun, syarat minimal dukungan baru ditetapkan pada 26 Oktober mendatang.

Bila UU Pilkada tidak berubah, jumlah dukungan sebagai syarat pencalonan perseorangan masih sama dengan pilkada sebelumnya. Batas waktu penyerahan dukungan adalah 3 Maret 2020 untuk calon gubernur dan 5 Maret untuk calon wali kota serta calon bupati. Setelah itu, masih ada waktu perbaikan untuk cagub sampai 26 April dan bagi cawali/cabup hingga 29 April.

Sementara itu, masa kampanye ditetapkan 81 hari. Mulai 11 Juli hingga 19 September. Lamanya masa kampanye tersebut menyesuaikan dengan durasi sengketa pencalonan dan pengadaan logistik. Bila ada paslon yang memenangkan sengketa pencalonan, misalnya di Mahkamah Agung, dia masih punya waktu setidaknya satu bulan untuk berkampanye. KPU juga punya waktu untuk mencetak ulang surat suara maupun bahan kampanye.

Ketua KPU Arief Budiman meminta para peserta untuk memperhatikan betul setiap tahapan yang ada. ”Kapan harus pencalonan, kampanye, kemudian pemutakhiran data pemilih,” terangnya di KPU kemarin (21/8). Mereka harus mengikuti tahapan dengan baik sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Pihaknya juga secepatnya menyosialisasikan jadwal itu kepada semua pihak. Selain peserta, tentu penyelenggara sendiri. Termasuk Bawaslu, juga aparat keamanan dan pemerintah daerah yang menyelenggarakan pilkada. KPU maupun Bawaslu provinsi serta kabupaten/kota harus segera menyusun program masing-masing.

Sosialisasi pemerintah daerah juga penting karena berkaitan dengan penyusunan dan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). ”Banyak kegiatan yang dimulai pada 2019. Karena itu, anggarannya harus tersedia (sejak) 2019 juga,” lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu.

Aparat keamanan juga sudah bisa mulai menyusun program dan memetakan potensi kerawanan. Khususnya konflik sosial. Kawasan mana saja yang rawan dan waktu-waktu yang diperkirakan rawan tersebut. Dari situ, aparat bisa memperkirakan strategi apa yang akan dipakai dan berapa banyak personel yang dibutuhkan.

Arief menambahkan, regulasi itu akan berlanjut pada penyusunan aturan-aturan lainnya. Hanya, hal itu sangat bergantung kepada ada atau tidaknya revisi UU Pilkada. ”Kalau tidak berubah, peraturan KPU yang lama masih bisa digunakan,” imbuhnya. Sebab, aturan-aturan yang ada dibuat untuk pilkada secara keseluruhan. Kecuali PKPU tahapan yang memang harus direvisi setiap pelaksanaan pilkada.

PKPU kali ini juga masih menjadwalkan rekapitulasi hasil penghitungan suara secara manual. Sebab, hingga saat ini, KPU belum memutuskan penggunaan rekap elektronik. Bila e-rekap resmi diatur, sangat mungkin jadwal tahapan pasca pemungutan suara berubah.

Sumber: Jawapos.com

Editor : Edwir









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook